Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) menilai kebijakan pemerintah yang akan memutihkan kredit macet usaha wong cilik di perbankan nasional kurang mendidik.
Penghapusan kredit macet ini bisa dilakukan untuk kredit macet hingga Rp5 miliar. Namun, untuk tahap pertama, yang akan dihapus yang maksimal kredit Rp500 juta, khususnya bagi debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Akumindo Edy Misero tak menampik penghapusan kredit untuk pelaku usaha cilik itu memang patut disyukuri. Hanya saja, kebijakan tersebut tidak akan membangun mental para pelaku UMKM.
“Itu hal yang kurang mendidik kepada pelaku UMKM agar bisa survive dan bertanggung jawab atas pemberian kredit,” ucapnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (10/8).
Menurut Edy, penghapusan kredit macet bisa membuat pelaku UMKM cengeng. Tak hanya itu, bisa saja ada pelaku UMKM yang malah memanfaatkan kemurahan hati pemerintah untuk berbuat curang.
Ia mewanti-wanti ada saja pelaku UMKM yang malah sengaja tak membayar kredit karena tahu bakal diputihkan.
“Kalau sampai dihapus bukukan, ‘wah kalau gitu kita macetkan saja yuk'” jelas Edy.
Ia menilai seharusnya pemerintah memberikan pendampingan agar pelaku UMKM yang mengalami kredit macet bisa bisa bangkit. Sebaiknya, kata Edy, pelaku UMKM itu diajak berdiskusi terkait masalah yang membuat dia kesulitan membayar kredit.
Edy menuturkan pemerintah lebih baik memberikan perpanjangan waktu pembayaran atau tambahan modal saja. Dengan tambahan waktu dan modal itu, pelaku UMKM harus berjuang untuk membayar tagihan sebelumnya.
“Kalau dia (pelaku UMKM) bisa bangkit dan memiliki kewajiban menyelesaikan tunggakannya yang lalu dan sekarang, itu mendidik pelaku UMKM untuk bertanggung jawab,” kata Edy.
Di sisi lain, ia juga mempertanyakan apakah setelah kredit macet dihapus itu pelaku usaha UMKM tidak di-blacklist oleh perbankan? Pasalnya, pihak perbankan juga tak mau ambil risiko.
Menurutnya, pihak perbankan akan melihat riwayat pelaku UMKM. Bisa saja, perbankan tak mau memberi pinjaman kepada pelaku UMKM yang pernah gagal bayar dan akhirnya kreditnya diputihkan oleh pemerintah.
Edy khawatir jika hal demikian terjadi, pelaku UMKM malah makin kesulitan.
“Kan susah dong kalau di-blacklist. Padahal, mungkin saja ke depan (pelaku UMKM) dapat peluang yang lebih baik,” ujarnya.
Baru-baru ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) setuju kredit macet UMKM di perbankan nasional dihapus. Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki.
Teten juga menyebut sebelum dihapus, akan ada penilaian mendalam dari tim yang ditugaskan untuk melihat penyebab kredit macet UMKM. Penilaian dilakukan demi mencegah moral hazard.
Ia mengatakan langkah strategis tersebut kini terus bergulir dengan menggodok peraturan yang akan memayunginya.
Ia menegaskan perlunya segera melaksanakan amanat UU Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yaitu penghapus tagih kredit macet bagi UMKM agar UMKM dapat segera bangkit dari dampak pandemi dan mencapai porsi kredit perbankan sebesar 30 persen bagi UMKM di 2024.
“Prediksi Bappenas 2024 kredit usaha perbankan hanya mencapai 24 persen, salah satunya disebabkan tidak lolos SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan). Presiden ingin porsi kredit perbankan mencapai 30 persen di 2024,” kata Teten melalui keterangan resmi, Rabu (9/8).
Ia juga menyebut terdapat beberapa syarat untuk UMKM dalam mendapatkan hapus tagih itu.
Pertama, kredit macet UMKM pada bank dan atau lembaga keuangan non-bank BUMN.
Kedua, bank dan atau lembaga keuangan non-bank BUMN telah melakukan upaya restrukturisasi dan atau penagihan secara optimal. Ketiga, kriteria hapus kredit macet UMKM adalah KUR dan tahap 2 non KUR dengan ketentuan debitur:
1. Debitur dengan kriteria UMKM (PP 7/2021).
2. Debitur KUR dengan akad kredit terhitung sejak tahun 2015.
3. Nilai maksimum kredit sebesar Rp500 juta (KUR).
4. Nilai Maksimum kredit sebesar Rp5 miliar (Non KUR).
5. Piutang telah macet (Kol 5) dan sudah dilakukan hapus buku.
6. Debitur masih bermaksud menjalankan usaha dan mengembangkan usahanya.
(sfr)